hari ke-28: yayaya

Rafik NurF
3 min readOct 28, 2020

--

(tulisan ini dibuat untuk tantangan 30DaysWritingChallenge, tahapan DAY 28: Write about loving someone)

Photo by Tobias on Unsplash

Ya, pertemuan itu yang kau maksudkan bukan? Begini, bukannya kau tahu kita telah dekat begitu lama? Aku memandang mata kau saat itu. Aku menoleh ke belakang bangku bus di sebelahmu yang masih kosong; seperti hatimu yang kuterka juga demikian. Seperti juga kawan-kawan jurusan kau yang paling ceria & aku tak menyangka hari-hari kita lewati amat ceria berbulan lamanya. Sampai suatu hari itu juga pada mulanya, pesan kau kirimkan. Kata-kata yang terbang dengan sayap, terombang-ambing di atas rumah aku, terseok sinyal sana-sini, terhempas angin lalu menukik jatuh ke haribaan jantung aku. Kaget setengah mati, aku tak mengerti; betul tak mengerti. Aku sesap pelan-pelan, baiklah jika itu yang kau benar ucapkan. Dan pada hari-hari setelahnya juga akhirnya, kau berkata: maaf, aku pergi, dengan sengaja, tanpa kata-kata.

Ya, baiklah. Kita telah berjalan separuh dari segala yang pernah kita ucapkan bersama di pelataran lapangan basket sekolah kita; di bawah langit yang sedikit mendung itu loh. Lalu kenapa? Tiba-tiba kau berkata demikian. Aku tak paham. Kau selalu tergesa ingin beralih ke status yang lebih, padahal semasa itu adalah masa indah yang baru saja aku nikmati. Kita tertegun di bawah langit yang sama tiap sore. Kau juga pasti ingat, sesekali kita tertawa kecil dengan awan yang berbentuk paling aneh; bergerak lamban dari segerombolan awan lainnya. Oh, itu seperti hati kita yang tak terlalu terburu-buru. Aku menimpalimu ketika kau bertanya tak sesuai dari yang kau ucap itu. Ah, apa kau tak pandai menikmati? Apa kau, … maaf? Lalu Kau senyap. Kau akhirnya berontak dengan sikap aku. Hingga datang seseorang hari itu, menjemput mata dan hati kau. Merebutnya dari aku. Ya, aku juga paham: semestinya, memang, aku mempertahankan kau tapi kubilang juga apa. Dan baiklah, sekali lagi: kita tak lagi terlelap di bawah langit-langit yang sama itu lagi.

Ya, Aku ingat lengkung alis itu. Sepasang mata di bawahnya yang selalu enak dipandang. Itu milikmu, bukan? Aku masih terseret ke ruang-ruang kosong untuk mendengar suara-suara merdu kau seperti dahulu. Suara yang kadang melengking menyentuh ubun-ubun aku. Kau yang demikian sibuknya dengan dunia panggung hanya bisa kupandang dari jauh sangat jauh. Hanya sebagai penonton. Tapi kurasa kau pernah berbagi sedikit cerita dengan aku. Kadang aku tertawa karena cerita dan kekonyolanmu itu. Kadang kau sedikit tertegun dengan cerita-cerita non-sense aku. Kadang-kadang juga kita hening, cukup lama. Kadang aku tak paham pula mengapa menuliskan cerita kau. Kadang pula kau tak mengerti kenapa dengan cerita aku. Sampai aku paham cerita-cerita itu tak seharusnya dibagikan. Sampai kita paham, cerita-cerita itu baiknya kita simpan di lemari pendingin masing-masing. Dan kita bagikan ke pemilik tamu dari kita nanti saja, sewaktu-waktu.

Tiga paragraf panjang itu terlihat sulit dibaca dan dipahami, ya? Nah begitulah. Aku sengaja tuang cerita-cerita bertahun lalu dengan tiga tokoh di tahun berbeda juga. Kisah tak sepenuhnya riil, tapi juga tak melenceng begitu jauh. Lantas apa yang sama dari tiga kisah tiga paragraf panjang itu? yak, betul: mencintai seseorang itu perkara sulit. Selalu demikian. Setidaknya bagi tafsir aku.

Ya-ya-ya, cinta memang terkadang demikian, bukan?

--

--

Rafik NurF
Rafik NurF

Written by Rafik NurF

sedang menemui dan menemukan kejutan-kejutan dari Tuhan.

Responses (1)