hari ke-7: sedikit

Rafik NurF
3 min readOct 7, 2020

--

(tulisan ini dibuat untuk tantangan 30DaysWritingChallenge, tahapan DAY 7: favorite movie)

Photo by Matt Popovich on Unsplash

Sudah lebih dari satu minggu resensi film yang kutuliskan itu tak juga terbit di media pers kampus. Kupikir redaktur ke yang bersangkutan itu fastrespon — sebab dulu juga seperti itu — tapi untuk kali ini kurang begitu memuaskan, mungkinkah sebab ada kegiatan pembukaan pendaftar baru — yang aku sendiri lupa? Atau memang tulisanku yang tidak layak terbit? Ah kupikir juga resensiku itu tak buruk-buruk amat. Tapi rasanya tak enak betul jika ditolak lagi. Fyuh.

Ini adalah kali pertama menuliskan resensi soal film. Dan menuliskannya pun butuh waktu lebih — mulai dari riset, menonton ulang, membaca resensi orang, dlsb. Film yang kuresensi kemarin-kemarin itu adalah film produksi Studio Ghibli: The Wind Rises. Salah satu film yang layak diacungi jempol — dan favorit bagiku — di antara film Ghibli lainnya.

Bicara film Ghibli yang menjadi favorit tentu saja tak cukup hanya satu atau dua. Bagiku film Princess Mononoke tetap menjadi urutan pertama yang mencuri hatiku hingga kini. Disusul oleh Spirited Away — yang amat terkenal itu, lalu ada Howl’s Moving Castle, dan sampailah pada The Wind Rises. Setidaknya dari tujuh atau delapan film produksi Ghibli yang sejauh ini kutonton.

Sejujurnya aku tak dapat menuliskan banyak soal film. Memilih di antara yang favorit juga kadang bingung — saking sedikitnya film yang kuingat tonton. Jika aku banyak membincang karya Ghibli, itu karena aku sudah kadung (duh) jatuh cinta dengan setiap elemen film animasi Ghibli. Itu pun baru sewaktu dua atau tiga bulan lepas, yang jadi tontonan santai kala karantina di rumah yang amat-amat begitu menjenuhkan.

Mengingat film itu memiliki ragam genre & tentu saja bukan produksian studio Ghibli saja. Rasa-rasanya tidak enak kalau tidak menyebutkan film yang layak jadi favorit lainnya lagi. Aku ingat sebelum-sebelum ini menonton film yang disadur atau diangkat dari buku. Yaitu: film Don Quixote, dan film Anne Karenninna. Film yang menurutku bagus juga karena bukunya yang amat terkenal di skena sastra dunia. Kalau boleh memberi rekomendasi, maka film dari buku Don Quixote yang berubah judul: The True Don Quixote, merupakan satu yang bagus buat ditonton.

Tapi kita sah-sah saja apabila memilih film Parasite merupakan tontonan yang lagi bagus. Tentunya membekas juga bagiku dan jadi favorit pula. Film yang memenangi piala Oscar (kalau tidak salah) berasal dari korea selatan itu kutonton sewaktu belum ada pandemi. Dan semenjak melihat film yang memiliki banyak teka-teki itu, aku jadi sering mengecek film-film serupa juga tak sabar ingin menontonnya — meski di web film illegal (hash ini tak boleh ditiru, ya). Semacam film yang direkomendasikan oleh mufi snob atau penggemar movie yang memiliki pengetahuan mengkritik. Tentu saja bukan karena rating atau banyaknya jumlah tontonan yang jadi sebab.

Lagi-lagi bicara tentang film, maka tak luput pula membincang sarana buat menontonnya. Selain media seperti iflix, web film illegal, bioskop juga pernah — meski belum terlampau sering. Tapi, sepertinya pengalamanku menonton atau tahu film-film yang lebih bagus dari yang sudah kusebutkan tadi, ialah teramat sedikit. Masih amat-amat luas film yang memiliki karakter atawa keunikannya sendiri.

Jadi ingin segera menyuruh pandemi buat pergi, lalu mengajak seseorang atau siapa pun buat menonton film di bioskop. Fyuh.

--

--

Rafik NurF
Rafik NurF

Written by Rafik NurF

sedang menemui dan menemukan kejutan-kejutan dari Tuhan.

No responses yet