Tahun Ini Aku Payah… Tragis
Dua ribu dua puluh empat, jika aku bandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, sependek usiaku ini, bisa disebut yang terpayah. Atau lebih jelasnya kau bisa bilang: tragis. Merasa tragis. Aku sama sekali tidak mengenali diriku lagi. Siapa memang aku ini?
Agak sangsi memang, ketika membuat pernyataan lagak berlebihan seperti itu, macam anak ‘belasan’ saja ketika mulai merenungi dirinya sendiri. Tapi kenyataanya memang seperti ini, aku merasa ini bukan diriku sepenuhnya. Apalah arti eksistensi itu. Masih sangat-jaauuh tersemat kata ‘layak’ untukku.
Banyak hal sepanjang tahun ini, yang bisa kupastikan itu baik untukku, adalah tidak lain bentuk keberuntungan; semacam rasa kasih-sayang Tuhan yang datang tiba-tiba begitu saja. Aku menjadi manusia yang sangat lemah dan seperti hamba yang tidak tahu diri. Aku sendiri juga baru menyadari bahwa aku terlalu bergantung pada itu … keberuntungan itu.
Mungkin ini hanya jadi tulisanku yang tanpa kau mengenal diriku, kau akan menghentikan waktumumu, dan berhenti membaca ini. Karena setelahnya memang hanya ada pengakuan-pengakuan aneh saja. Percayalah.
Coba kau bayangkan, aku telah menemukan diriku bahwa jiwaku ini akan segar-tumbuh jika aku banyak membaca, belajar & merefleksikannya (entah itu dalam bentuk tulisan lagi atau laku di dunia nyata) tapi sepanjang tahun ini aku mengabaikannya. Aku berani bilang tahun ini aku sedikit sekali membaca buku, mungkin tidak sampai lima (yang sampai selesai). Aku banyak bergantung pada keberuntungan bahwa aku pasti bisa menyelesaikannya di tahun ini. Tapi nyatanya nihil. Akhirnya? jiwaku kering, sungguh kering.
Coba kau bayangkan, aku telah memahami diriku bahwa aku merasa pikiranku akan terurai dengan mudah jika aku mau menulis. Tapi toh seperti yang kubilang tadi, akhirnya mandek. Aku tidak bisa menyelesaikan tulisan itu. Memang hampir setiap dua bulan aku mencoba menguraikan pikiranku, menuliskannya di sini.
Ada sekitar enam tulisan, yang akhirnya sampai di penghujung tahun ini cuman jadi pajangan drafts ketika aku melamun di sini. Karena di sini aku mengasumsikan kau adalah orang yang tabah mau membaca ocehanku ini, baiklah aku bagikan itu di sini (plus tambahan konteksn)
1. Judul: ‘Sometimes, the Stars Just Align’
When the bird singing
It’s hard to say goodbye..Realitas kehidupan berjalan selaras dengan irama lagu yang kau dengar menggiurkan. Ketika itu, kau ikut lepas dalam syahdu terbuai langit yang tenang. Menyejukkan, kau bilang. ebuah kesempatan yang datang pada saat yang tepat.
Konteks: seminggu sebelum menjalani prosesi sebagai seorang wisudawan, di sebuah kampus negeri di kota Sala. Aku dan kedua orang temanku mendaki Gunung Prau di wonosobo. Sekitar bulan april, banyak kenangan dan memori yang ingin sekali ku tulis. Tapi berakhir menjadi sebuah draft yang seperti itu lah. Tidak jelas, memang.
2. Judul: ‘Jalan dan Luka Masih Panjang serta Tak Perlu Dicatat’
Kau berbicara dengan hatimu lagi, hari ini: sudah berapa lama? seseorang bisa saja mendatangimu malam ini, mengetuk perlahan di jendela kamarmu. Berwujud sebentar kemudian abstrak, dan kau tidak bisa meraihnya. Satu ucapannya yang kau ingat adalah, “sudah berapa lama”. Malam jatuh beraromakan kegetiran. Kau mengigau, tapi pagi tak kunjung mendatangimu.
Entah itu proyeksi seorang yang pernah kaukenal belaka atau memang, itu yang selalu membuatmu berat belakangan ini. “You know what love really is …”. Seperti aku senang & mahir membuat narasi ketika melihat seseorang atau seonggok makhluk yang tampak dari depan kaca ketika aku berada di dalam. Nampaknya ini adalah salah satu hal (kalau bukan satu-satunya) yang bisa kujadikan siasat ketika sendirian di public space. Aku menyadarinya belum lama. Mungkin kau juga salah satunya.
Malam ini bintang terlihat amat palsu, sedang wajah cantikmu mu 1000 kali lebih nyata. Aku merepetisi langit kosong. Aku kembali dengan sempoyongan, dan kudapati dunia ganjil dan menakjubkan terbuka di hadapan … Dan cuaca? tidak perlu dicatat.
Cinta yang tulus telah dibawa pergi, kengerian dan ego tidak mau lagi absen. Malam-malam ini dan selanjutnya (kalau bukan sepenuhnya, di usia 23 ini) memang dikejutkan dg kegiatan yg asyik sendiri:
Kubuat Angin Berpihak Gerak Searah.… and the candle dies
you fall upon my waking eyes
Hari itu, luka seperti halnya malam, yang masih amat panjang … dan tak perlu tuk dicatat.
Konteks: mungkin sedang dimabuk cinta atau semacamnya. Aku tak sepenuhnya mengingat igauan itu.
3. Judul: ‘Air Mata Ditimbang Di mana?’
Halo merah, apa kabarmu? mengapa ibumu tidur di situ?
Wajahnya mungkin tidaklah seperti wajah pemurung seperti sebelumnya
Pernahkah kau mendapati dirimu dalam kondisi `telanjang`, ketika baru-banget-bangun-tidur setelah semalam suntuk mengerjakan apa yang menjadi kewajibanmu sesaat setelah menjadi `dewasa`?
Apakah telanjang itu selalu berarti tidak berpakaian? apakah menjadi dewasa itu selalu berarti kau bukan lagi anak-anak? apakah iya selalu berarti `iya`? Semunya bisa dijawab dengan, ah nggak juga.
Lazimnya bisa kau tafsirkan sendiri pertanyaan pembuka itu. Mari kita beranjak ke hal lain. Lesgooo
Tahun dua ribu dua puluh tiga jadi tahun yang memiliki sarat akan kekosongan. Atau sarat ketidakdewasaan. Atau sarat ketelanjangan. Atau bahkan ketiganya. Setidaknya bagi saya sendiri
Konteks: sepertinya kutulis di tahun 2023 tapi kuedit ulang di tahun 2024 dan gagal selesai juga akhirnya.
4. Judul: ‘life ends at 22 and you are only left with regrets and longing’
Masa depan masih sangat samar. Laju karir berjalan bersama syak wasangka, berhimpitan dengan orang-orang sekitar dan riuh dunia luar. Sedang cinta belum jelas arah dan tujunya. Sementara pada saat yang bersamaan, setetes hujan turun di samudera sana, tidak merubah apa-apa sebagaimana semestinya.
Kau tahu di balik alasan mengapa manusia lebih memilih untuk pergi lebih dulu dari kehidupan seseorang, sebelum mereka ditinggal oleh seorang itu setelahnya?
bro ini adalah sepaket siasat untuk terus survive dalam hidup? Mau dikata apa … hanya merasa letih dan merasa letih.
konteks: aku merasakan kehampaan dalam hidup. Oh masa depan.
5. Judul: ‘The Skit, Telenovela & Kedangkalan Lainnya’
konteks: Sebenarnya ini adalah tulisan yang niatnya kurancang untuk mengenang sebuah EP/album dari band kesukaan di beberapa bulan lalu ketika pertama kali menginjakkan kaki di jakarta sebagai pekerja … yang cukup dewasa. Tapi toh kelupaan dan sibuk menjadi manusia modern yang diperas habis-habisan dan tunduk pada sistem kapitalisme ini.
6. Judul: ‘Hadapi Senin Lagi’
“Masa depan memang akan seburuk itu”. Aku menukilnya dari sebuah blog tumblr usang yang digunakan sebagai judul review sebuah film sci-fi robot 10 tahun yang lalu. Beberapa waktu belakangan memang aku kerap membaca blog tersebut sepulang kerja. Mengisi waktu melamun di bus transjakarta yang asing. Tapi aku tidak akan membahas itu di sini. Lagipula tumblr di generasi ku tidak memiliki tempat yang sama seperti media sosial sekarang.
… lantas, mengapa sekarang langit jadi gelap?
Konteks: itu adalah tulisan yang kuniatkan akan selesai di awal bulan ini ketika merasa bosan menghadapi senin lagi karena aku ternyata cukup bosan dengan rutinitas.
Dan penghujung tahun ini pun datang, tak menyisakan apa-apa. Selain enam draft tulisan tak jelas itu.
*fuck kembang api di jakarta sungguh membikin telinga ini pecah. Sekian.