Tiga Puisi untuk Satu Nama

Rafik NurF
2 min readDec 21, 2020

--

Photo by Haseesh Rahithya on Unsplash

Ketika Kunang-kunang Berhasil Hinggap di Hidungmu

Ada sejumlah tembok
ingatan yang kokoh
kursi-kursi yang melengkapi
perjamuan di tiap tahun
melengkapi kelenganganmu

di luar jendela sekolah
di sepanjang jalan
basah, hening
tumbuh kembang sepasang
menghias di pekarangan.

anak-anak gemar
berceloteh, terkaanmu sebelum
bicara. di sebelah gang
sempit, yang tiap maghrib
kau arahkan kameramu
ke atas langit-langit
redup. tak ada senja
sepertinya, ia tak berani
kabarkan kepulangannya
di kotamu yang hendak
padam.

sesekali, ada anak
sang senja yang lelah
mengenalkan sayap-sayapnya
yang kuning, kemilau
indah di malam-malam
yang tanggung.

tapi itu bukan senja, katamu.
sambil kau torehkan sisa
cat air di kanvasmu
malam ini. itu kunang-
kunang, sahutmu. hish
imajinasimu lucu, ujarmu lagi
lirih sekali.

ada apa kau dengan kunang-kunang itu?
aku tak mengerti bahasa mana yang tertera
di bibirmu yang terasa berat ku artikan
jadi metafora. aku hanya ingin sampaikan
begini:

kunang-kunang itu bakal hinggap
di hidungmu, ingatanmu
dalam nafasmu.

hingga menggengam pandangmu
menemani sayup matamu
bersama kopi-kopimu
menjadi tempat
istirahat baik
tubuh kunang-
kunang itu

hingga lupa kira-kira mana
yang luput tak kuberi tahu.
aku kira: kunang-kunang itu
mungkin aku, aku.

bukan sang anak senja itu.

— Purbalingga, November 2020

-

Perihal Matamu yang Tajam

kepada pecandurindu/puterifajar

puisi-puisi berjatuhan
suara radio rahib
dari atas langit
malam ini dingin, ya, kau berkata

sementara
rembulan memudar

& perlahan ingatanku
berhadapan dengan
mata-matamu
yang tajam.

— Purbalingga, 16 Desember 2020.

-

Membayangkan Kau dan Aku Pada Sebuah Rindu

Aku selalu membayangkan ini sebagai hujan bulan Desember
yang ditarik tuasnya oleh Tuhan & perihal keterangannya
di larik-larik footnotes, kita mengerti: seperti sajak, sajak
yang disisipkan pada tempias dari atap yang tergores
dari amsal kangen & hening percakapan yang sebentar
ada & setelahnya tak ada.

Aku juga membayangkan, pada rintik yang kadang
berteduh di eternit kamar, saat percakapan lalai
kabar yang lelap; sebuah prasangka masuk tanpa permisi
& ragu memberat & kau memastikan: semisal
kangen adalah kangen yang pasti ada percakapan
yang mewujud & ragu menyusut.

“Tapi ini yang bisa kita miliki saat ini”
Kita pun berceloteh tentang sajak:

Pada hujan yang sebentar, langit yang berhasil
membiarkan kita terhenti dengan obrolan gigil
dengan ritus pandemi: pertemuan yang tak khusyuk;
cemas yang tak kunjung.

& Desember, meminta Kita pada sebuah rindu.

“Tapi ini yang bisa kita miliki saat ini”
Kau dan aku membayangkan, hanya sajak itu.
Hanya sajak itu yang mampu mengabarkan rindu.

— Purbalingga, 21 Desember 2020

--

--

Rafik NurF
Rafik NurF

Written by Rafik NurF

sedang menemui dan menemukan kejutan-kejutan dari Tuhan.

No responses yet